--> Skip to main content

4 Rukun Asuransi Syariah dan Penjelasannya Secara Rinci

namaguerizka.com Asuransi syariah adalah sistem perlindungan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah Islam. Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah menghindari unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maisir (perjudian). Untuk memastikan kesesuaiannya dengan syariat Islam, asuransi syariah memiliki empat rukun utama yang harus dipenuhi. Berikut penjelasan rinci mengenai masing-masing rukun tersebut:

1. Aqid (Pihak yang Berakad)

Rukun pertama asuransi syariah adalah aqid, yang merujuk pada pihak-pihak yang melakukan akad atau perjanjian. Dalam konteks ini, terdapat dua pihak utama:

Peserta Asuransi (Musharikh): Orang atau badan yang mengajukan asuransi syariah. Peserta ini berkontribusi dengan membayar premi (kontribusi) yang akan dikelola secara kolektif.

Perusahaan Asuransi (Pengelola): Lembaga yang bertugas mengelola dana kontribusi dari peserta dengan prinsip syariah, bertindak sebagai pengelola dana (takaful) dan memastikan keadilan bagi semua pihak.


Kedua pihak ini harus memenuhi syarat-syarat akad dalam syariat Islam, yaitu dewasa, berakal sehat, dan berkapasitas hukum untuk melakukan transaksi. Tanpa kejelasan pihak yang berakad, transaksi asuransi syariah menjadi tidak sah.

2. Ma’qud Alaih (Objek Akad)

Rukun kedua adalah ma’qud alaih, yaitu objek dari transaksi atau akad yang dilakukan. Dalam asuransi syariah, objek akad meliputi:

Harta atau Barang: Misalnya perlindungan terhadap kendaraan, properti, atau investasi.

Kesehatan atau Jiwa: Melibatkan perlindungan terhadap risiko kesehatan, kematian, atau kecelakaan.


Objek ini harus memenuhi syarat-syarat syariah, yaitu jelas, tidak mengandung unsur haram, serta memberikan manfaat yang dibenarkan. Ketidakjelasan atau ketidakpastian objek bisa menyebabkan transaksi mengandung unsur gharar.

3. Ijab dan Qabul (Pernyataan Akad)

Ijab dan qabul adalah rukun ketiga dalam asuransi syariah, yang merupakan bentuk kesepakatan antara pihak peserta dan perusahaan asuransi. Pernyataan ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis melalui dokumen polis asuransi syariah.

Ijab: Pernyataan penawaran dari satu pihak, misalnya peserta yang menyatakan ingin mengikuti asuransi syariah.

Qabul: Pernyataan penerimaan dari pihak lain, yaitu perusahaan asuransi, yang menyetujui untuk memberikan perlindungan sesuai syarat dan ketentuan yang disepakati.


Kesepakatan ini harus dilakukan secara jelas, tanpa paksaan, dan dalam kondisi kedua belah pihak memahami isi akad. Keabsahan ijab dan qabul menjadi dasar sahnya transaksi dalam syariah Islam.

4. Ujrah atau Kontribusi (Pembayaran Premi)

Rukun terakhir adalah ujrah atau kontribusi, yaitu pembayaran premi yang dilakukan oleh peserta kepada perusahaan asuransi. Dalam asuransi syariah, premi ini dikelola berdasarkan prinsip tabarru’ (sumbangan) dan bukan sekadar pembayaran komersial.

Tabarru’: Dana yang dikumpulkan peserta digunakan untuk saling tolong-menolong di antara peserta asuransi yang mengalami musibah.

Pengelolaan Dana: Perusahaan bertugas mengelola dana tersebut dengan transparansi dan tanggung jawab.


Kontribusi ini harus disepakati di awal dan tidak boleh mengandung unsur riba atau penipuan. Selain itu, pengelolaannya diawasi oleh dewan pengawas syariah untuk memastikan dana digunakan sesuai dengan prinsip syariah.

Kesimpulan

Empat rukun asuransi syariah—aqid, ma’qud alaih, ijab dan qabul, serta ujrah—merupakan landasan utama yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, asuransi syariah bertujuan untuk memberikan perlindungan sekaligus menciptakan keadilan dan keberkahan bagi semua pihak yang terlibat. Pemenuhan rukun-rukun ini menjadi kunci sahnya akad dan kesesuaian asuransi dengan syariat Islam.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar

Advertiser