Inflasi Tetap Membandel: Apa yang Akan Dilakukan Powell?
Inflasi: Masalah yang Tak Kunjung Hilang
Beberapa bulan terakhir, inflasi di AS memang sudah turun dari puncak tertingginya saat pasca-pandemi. Namun, data terbaru menunjukkan inflasi inti (core inflation) masih bertahan di atas target 2% yang dicanangkan The Fed. Biaya hidup, terutama untuk perumahan, makanan, dan layanan kesehatan, masih menekan kantong masyarakat.
Sumber inflasi ini juga semakin beragam. Jika pada awal pandemi tekanan terutama datang dari rantai pasokan global yang terganggu, sekarang inflasi justru didorong oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Pasar tenaga kerja yang masih relatif ketat menyebabkan upah naik, dan pada akhirnya mendorong biaya produksi serta harga barang dan jasa ke atas.
Pilihan Sulit Powell: Bertahan atau Melonggarkan?
The Fed selama ini menggunakan kebijakan suku bunga sebagai senjata utama untuk melawan inflasi. Dengan menaikkan suku bunga, The Fed berharap permintaan akan melambat, kredit menjadi lebih mahal, dan konsumsi serta investasi berkurang — sehingga harga bisa ditekan.
Namun, Powell kini dihadapkan pada dilema besar. Jika suku bunga terus dipertahankan di level tinggi, risiko resesi atau perlambatan ekonomi yang dalam semakin besar. Banyak sektor, terutama properti dan manufaktur, sudah mulai merasakan dampak dari kenaikan biaya pinjaman. Konsumen juga mulai menahan belanja, yang terlihat dari penurunan belanja ritel dalam beberapa bulan terakhir.
Di sisi lain, jika The Fed terburu-buru menurunkan suku bunga demi mendukung pertumbuhan, inflasi bisa kembali melonjak. Hal ini akan membuat The Fed kehilangan kepercayaan publik dan pasar. Powell menyadari bahwa kredibilitas The Fed dalam menjaga inflasi adalah modal terpenting yang tidak boleh dikorbankan.
Tekanan Politik Menambah Beban
Tahun pemilu semakin mendekat, dan tekanan politik ke The Fed semakin terasa. Banyak pihak, termasuk dari kubu Trump, mendesak The Fed untuk segera menurunkan suku bunga agar ekonomi "terlihat" lebih baik menjelang pemilu.
Namun Powell sudah beberapa kali menegaskan bahwa The Fed tidak akan membuat keputusan berdasarkan tekanan politik, melainkan berlandaskan data ekonomi. Meski begitu, tekanan semacam ini tetap menambah kerumitan dalam komunikasi kebijakan. Powell harus ekstra hati-hati dalam menyampaikan pesan agar pasar tidak salah menafsirkan arah kebijakan ke depan.
Bagaimana Reaksi Pasar?
Pasar keuangan selalu bergerak lebih cepat dari data resmi. Para investor terus memantau setiap pidato Powell, setiap publikasi notulen rapat FOMC (Federal Open Market Committee), bahkan setiap kata kunci yang muncul di wawancara media.
Jika The Fed mengindikasikan akan tetap mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama (hawkish), biasanya dolar AS akan menguat. Sebaliknya, pasar saham bisa mengalami tekanan karena biaya pinjaman perusahaan tetap mahal, dan laba berpotensi tertekan.
Di sisi lain, jika pasar melihat peluang The Fed akan segera memangkas suku bunga (dovish), saham cenderung naik, obligasi juga menguat, sementara dolar bisa melemah. Namun, jika inflasi kembali naik setelah pemangkasan suku bunga, gejolak yang lebih besar bisa terjadi, termasuk kepercayaan investor yang merosot.
Dampak Langsung ke Masyarakat
Tidak hanya investor dan pelaku pasar yang harus waspada. Masyarakat umum juga merasakan langsung dampak inflasi dan kebijakan The Fed.
Biaya kredit rumah, cicilan kendaraan, kartu kredit, hingga pinjaman usaha kecil sangat sensitif terhadap suku bunga. Dengan inflasi yang masih tinggi, banyak keluarga terpaksa memotong pengeluaran untuk kebutuhan lain agar tetap bisa membayar cicilan.
Selain itu, perusahaan juga lebih berhati-hati membuka lowongan kerja baru atau menaikkan gaji karyawan. Pada akhirnya, ketidakpastian kebijakan moneter akan memengaruhi kesempatan kerja dan daya beli masyarakat luas.
Strategi Powell ke Depan
Powell kemungkinan besar akan tetap berpegang pada pendekatan "data-dependent" — yaitu menunggu data ekonomi terbaru sebelum mengambil keputusan. Hal ini termasuk data inflasi bulanan, data pengangguran, pertumbuhan upah, dan tren belanja konsumen.
Strategi semacam ini memang terlihat hati-hati, tetapi dianggap cara terbaik untuk menjaga keseimbangan antara menekan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, komunikasi menjadi kunci utama. Powell dan jajaran The Fed harus pintar menyampaikan pesan agar pasar tidak bereaksi berlebihan atau salah arah. "Forward guidance" yang jelas membantu investor menyesuaikan ekspektasi dan mencegah gejolak tiba-tiba.
Penutup: Tugas Berat Seorang Ketua The Fed
Menjadi Ketua The Fed di tengah inflasi yang membandel bukanlah tugas mudah. Powell harus mengambil keputusan yang mungkin tidak populer, menghadapi tekanan politik, sekaligus mempertahankan kepercayaan publik dan pasar.
Inflasi yang keras kepala ini menjadi ujian besar bagi kredibilitas The Fed. Jika berhasil ditaklukkan tanpa memicu resesi parah, Powell akan dicatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang sukses. Namun, jika salah langkah, dampaknya bisa sangat luas: mulai dari lonjakan pengangguran, pasar keuangan bergejolak, hingga memperdalam kesenjangan ekonomi.
Satu hal yang jelas: setiap kebijakan moneter yang diambil sekarang akan meninggalkan jejak panjang pada perekonomian Amerika Serikat, bahkan dunia. Maka, apa pun langkah yang akan diambil Powell, dunia akan terus memerhatikan dengan napas tertahan.