Trump vs The Fed: Kritik Pedas dan Pengaruhnya pada Kebijakan Moneter
Latar Belakang Ketegangan
Sejak masa kampanye pertamanya, Trump selalu menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi cepat, pasar saham yang kuat, dan suku bunga rendah. Ia percaya suku bunga rendah adalah "bahan bakar" untuk mendongkrak konsumsi, mendukung investasi, dan mempertahankan kepercayaan publik.
Namun, pada saat yang sama, The Fed di bawah kepemimpinan Jerome Powell mengambil jalur berbeda. Setelah periode panjang suku bunga rendah pasca-krisis keuangan 2008, The Fed mulai menaikkan suku bunga secara bertahap untuk mencegah ekonomi "kepanasan" dan menjaga inflasi tetap terkendali.
Ketegangan ini mencapai puncaknya pada 2018–2019, ketika Trump terang-terangan menyerang Powell melalui media sosial dan wawancara, menyebut The Fed sebagai "gila" dan "musuh terbesar ekonomi AS" karena menaikkan suku bunga terlalu cepat.
Kritik Berlanjut Hingga Sekarang
Kini, di tengah upaya Trump kembali mencalonkan diri dalam pemilu 2024, kritik terhadap The Fed kembali menguat. Trump menuduh Powell dan para pembuat kebijakan The Fed terlalu lamban dalam menurunkan suku bunga, padahal inflasi mulai turun dan pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
Menurut Trump, kebijakan suku bunga tinggi membuat beban masyarakat semakin berat, menghambat pertumbuhan bisnis, dan memperlambat penciptaan lapangan kerja. Retorika keras ini diulang terus-menerus dalam kampanye untuk menarik simpati pemilih, terutama dari kalangan pekerja dan pelaku usaha kecil yang paling merasakan dampak kenaikan biaya pinjaman.
Ancaman Terhadap Independensi The Fed
Salah satu prinsip utama The Fed adalah independensi — kebebasan untuk membuat keputusan berdasarkan data ekonomi, bukan tekanan politik. Independensi ini dianggap penting untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang, serta mencegah kebijakan moneter dipakai sebagai "alat politik" jangka pendek.
Namun, serangan Trump memunculkan kekhawatiran bahwa ke depan, jika tekanan politik semakin besar, The Fed akan kesulitan mempertahankan netralitasnya. Bahkan muncul spekulasi bahwa jika Trump kembali berkuasa, ia bisa mencoba memengaruhi atau bahkan "mencampuri" keputusan The Fed secara langsung, sesuatu yang sangat jarang terjadi dalam sejarah modern AS.
Powell dalam Posisi Sulit
Bagi Jerome Powell, kritik Trump menambah beban yang sudah berat. Di satu sisi, ia harus terus fokus pada mandat utama The Fed: menjaga stabilitas harga (inflasi) dan memaksimalkan lapangan kerja. Di sisi lain, ia harus mempertahankan kredibilitas The Fed sebagai institusi independen yang tidak mudah diintervensi.
Jika Powell mengendurkan kebijakan hanya karena tekanan politik, kredibilitas The Fed akan hancur di mata investor global. Sebaliknya, jika ia terlalu keras mempertahankan kebijakan ketat, risiko ekonomi melambat semakin besar — dan itu bisa dimanfaatkan lawan politik untuk menyerangnya.
Pengaruh pada Pasar Keuangan
Kritik Trump juga berdampak langsung pada pasar keuangan. Setiap kali Trump melontarkan komentar soal suku bunga, pasar saham, dolar, dan emas biasanya langsung bereaksi.
Komentar yang memberi kesan The Fed akan ditekan untuk segera memangkas suku bunga sering memicu penguatan saham, pelemahan dolar, dan kenaikan harga emas. Sebaliknya, jika pasar menilai The Fed akan tetap mempertahankan kebijakan ketat, reaksi bisa berbalik: saham melemah, dolar menguat, dan investor cenderung lebih berhati-hati.
Ketidakpastian ini membuat investor harus lebih waspada dalam membaca sinyal, tidak hanya dari The Fed, tetapi juga dari dunia politik.
Tahun Pemilu: Retorika Ekonomi Jadi Senjata Politik
Di tahun pemilu, kebijakan ekonomi hampir selalu menjadi salah satu isu utama yang digunakan untuk menggaet suara. Trump memanfaatkan isu suku bunga dan kebijakan The Fed sebagai "bahan bakar" untuk menyalahkan pemerintah saat ini dan menegaskan posisinya sebagai "pembela ekonomi rakyat."
Strategi ini memang ampuh secara politis, tetapi membawa risiko jangka panjang bagi ekonomi. Jika pasar percaya bahwa kebijakan moneter bisa "dikendalikan" oleh politisi, kepercayaan terhadap stabilitas jangka panjang AS bisa terganggu, memicu volatilitas yang lebih besar.
Penutup: Pertaruhan Besar bagi Ekonomi AS
Perseteruan antara Trump dan The Fed adalah contoh nyata bagaimana politik dan ekonomi saling berkaitan erat. Kritik pedas yang terus dilontarkan Trump mungkin terdengar sederhana di permukaan, tetapi dampaknya sangat kompleks dan mendalam.
Jerome Powell kini berada di persimpangan yang sulit: menahan tekanan politik sambil menjaga stabilitas ekonomi. Di sisi lain, Trump akan terus menggunakan kebijakan moneter sebagai amunisi politik.
Bagi investor, pelaku pasar, dan masyarakat luas, drama ini bukan hanya tentang siapa yang menang atau kalah secara politik. Ini tentang arah ekonomi AS di masa depan, nasib pasar tenaga kerja, biaya pinjaman, nilai tukar dolar, hingga daya beli masyarakat.
Apapun yang terjadi, satu hal pasti: dunia akan terus menonton dengan penuh ketegangan setiap kata yang keluar dari mulut Trump dan setiap keputusan yang diambil oleh The Fed.