--> Skip to main content

Apakah Kita Sedang Menuju Gelombang Inflasi Kedua? Tanda-Tandanya Mulai Terlihat

namaguerizka.com Inflasi bukan hanya fenomena sesaat. Dalam sejarah ekonomi global, inflasi bisa datang dalam gelombang—berkali-kali, dengan jeda di antaranya. Setelah mereda, ia dapat kembali, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Inilah yang membuat inflasi sangat sulit ditangani, terutama jika faktor-faktor pemicunya terus berkembang.

Kini, banyak analis memperingatkan bahwa dunia mungkin berada di ambang gelombang inflasi berikutnya. Setelah inflasi global melonjak tajam pada tahun 2021–2022 akibat pandemi COVID-19 dan disrupsi rantai pasok, kita memang melihat penurunan angka inflasi di berbagai negara. Tapi apakah itu benar-benar akhir?

Sejarah telah menunjukkan bahwa inflasi jarang terjadi satu kali. Seperti yang terjadi pada dekade 1970-an, inflasi bisa datang dalam beberapa gelombang, dan penyebabnya tidak selalu sama. Mari kita lihat tanda-tanda terkini dan mengapa ada kekhawatiran nyata bahwa gelombang kedua inflasi mungkin sedang terbentuk.


Kilas Balik: Inflasi Global Gelombang Pertama (2021–2022)

Pandemi COVID-19 menjadi pemicu awal inflasi besar-besaran di era modern. Dalam waktu singkat, dunia menghadapi:

  • Gangguan besar pada rantai pasok global (barang terlambat tiba, biaya logistik melonjak)
  • Peningkatan tajam permintaan pasca-lockdown ketika konsumen mulai belanja lagi
  • Kenaikan harga energi, bahan pangan, dan komoditas dasar
  • Stimulus fiskal dan moneter besar-besaran yang memompa uang ke dalam perekonomian

Akibatnya, harga-harga meroket secara global. Di AS, inflasi mencapai puncaknya di atas 9% pada pertengahan 2022—tingkat tertinggi dalam lebih dari 40 tahun. Negara-negara Eropa pun tak luput, terutama setelah perang Rusia-Ukraina semakin mengganggu pasokan energi dan pangan.


Kemudian Inflasi Mereda — Tapi Tidak Hilang

Dengan cepat, bank sentral di seluruh dunia merespons dengan menaikkan suku bunga. Federal Reserve, European Central Bank, dan bahkan bank sentral negara berkembang mulai mengetatkan kebijakan moneter untuk meredam inflasi. Efeknya memang terasa:

  • Inflasi mulai menurun secara bertahap
  • Harga energi dan komoditas utama stabil atau bahkan turun
  • Pertumbuhan ekonomi melambat, namun belum jatuh ke resesi besar

Namun, di balik permukaan yang tampak membaik ini, ancaman inflasi gelombang kedua mulai muncul. Seperti luka yang belum sembuh sempurna, tekanan-tekanan baru mulai terlihat. Dan jika tidak ditangani dengan hati-hati, kita bisa melihat kebangkitan inflasi dalam bentuk yang bahkan lebih sulit dikendalikan.


Tanda-Tanda Munculnya Gelombang Inflasi Kedua

Berikut ini adalah beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa inflasi belum selesai, dan bisa saja kembali dengan kekuatan baru:

1. Tekanan Energi dan Ketegangan Geopolitik

Konflik geopolitik masih berlangsung, terutama di kawasan Timur Tengah dan Ukraina. Setiap gangguan pasokan minyak dan gas—baik karena perang, embargo, maupun sabotase—bisa langsung menyebabkan lonjakan harga energi.

Selain itu, cuaca ekstrem dan krisis iklim juga berdampak pada pasokan energi alternatif, yang bisa memperparah kekurangan energi global.

2. Ketegangan Politik Global dan Kebijakan Proteksionis

Munculnya kembali kebijakan proteksionis dan perang dagang menjadi ancaman nyata. Jika Donald Trump terpilih kembali dan memberlakukan tarif impor baru, seperti yang telah ia isyaratkan, maka harga barang-barang impor bisa melonjak. Ini akan mendorong biaya hidup naik—persis seperti yang terjadi di awal inflasi sebelumnya.

3. Kenaikan Upah yang Tidak Seimbang dengan Produktivitas

Di banyak negara, tekanan untuk menaikkan upah minimum meningkat. Meski ini dapat membantu daya beli masyarakat, jika kenaikan upah tidak diimbangi dengan kenaikan produktivitas, maka perusahaan akan menaikkan harga barang dan jasa untuk menutupi biaya. Inilah yang dikenal sebagai wage-price spiral—salah satu penyebab utama inflasi berkepanjangan.

4. Stimulus Fiskal dan Moneter yang Belum Sepenuhnya Dicabut

Banyak negara masih menjalankan kebijakan ekspansif pasca-COVID, baik melalui belanja pemerintah maupun subsidi tertentu. Uang yang beredar di ekonomi masih tinggi. Jika bank sentral menurunkan suku bunga terlalu cepat, likuiditas akan kembali meningkat dan mempercepat inflasi.

5. Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan

Kenaikan suhu global, kekeringan, dan banjir ekstrem mulai berdampak nyata pada hasil panen dan ketersediaan pangan. Harga pangan yang naik secara berkelanjutan dapat menciptakan tekanan inflasi baru—dan ini jauh lebih sulit dikendalikan karena bersifat struktural dan global.


Apa yang Terjadi Jika Inflasi Gelombang Kedua Benar-Benar Datang?

Jika gelombang inflasi kedua benar-benar terjadi, ada beberapa dampak besar yang perlu diwaspadai:

  • Bank sentral akan kembali mengetatkan kebijakan moneter, artinya suku bunga bisa naik lagi, memperlambat investasi dan konsumsi.
  • Daya beli masyarakat menurun, terutama di kalangan kelas menengah ke bawah yang tidak memiliki aset lindung nilai.
  • Pasar keuangan menjadi sangat volatil, karena ketidakpastian kebijakan dan ekspektasi pertumbuhan yang lemah.
  • Aset safe-haven seperti emas dan perak akan diburu, karena kepercayaan terhadap uang fiat mulai goyah.
  • Risiko stagflasi meningkat, yaitu kondisi di mana inflasi tinggi namun pertumbuhan ekonomi stagnan.

Ini bukan skenario yang dibayangkan oleh kalangan pesimis, tetapi sudah pernah terjadi sebelumnya—di tahun 1970-an.


Belajar dari Tahun 70-an: Inflasi Datang Bertahap, dan Pergi dengan Perjuangan

Dekade 1970-an menunjukkan kepada dunia bahwa inflasi bisa datang dalam tiga gelombang berturut-turut:

  1. Gelombang pertama karena pencetakan uang dan kebijakan fiskal longgar.
  2. Gelombang kedua akibat krisis minyak dan embargo OPEC.
  3. Gelombang ketiga karena ekspektasi inflasi yang terlanjur melekat dan spiral upah-harga.

Hanya dengan kebijakan suku bunga sangat tinggi di awal 1980-an, inflasi akhirnya bisa dijinakkan. Tapi harga yang harus dibayar mahal—resesi, pengangguran tinggi, dan gejolak pasar.


Apakah Kita Siap Menghadapi Inflasi Berikutnya?

Berikut beberapa pertanyaan penting yang harus dijawab oleh pemerintah, pelaku pasar, dan masyarakat umum:

  • Apakah bank sentral cukup berani untuk tidak menurunkan suku bunga terlalu cepat?
  • Apakah pemerintah bisa menahan diri dari pengeluaran fiskal berlebihan yang bisa memicu permintaan berlebih?
  • Apakah negara-negara siap memperkuat ketahanan energi dan pangan untuk mencegah lonjakan harga baru?
  • Dan yang paling penting: apakah masyarakat sudah memiliki strategi untuk melindungi nilai kekayaan mereka jika inflasi kembali meningkat?

Kesimpulan: Jangan Anggap Inflasi Sudah Berlalu

Jika kita hanya melihat angka inflasi bulan lalu dan merasa puas karena mulai menurun, maka kita sedang menipu diri sendiri. Inflasi bukan hanya masalah angka—ia adalah cerminan dari ketidakseimbangan mendalam dalam sistem ekonomi. Selama akar masalahnya belum tuntas, inflasi selalu punya jalan untuk kembali.

Gelombang pertama mungkin sudah surut, tetapi airnya belum benar-benar tenang. Jika tanda-tanda yang muncul sekarang diabaikan, bukan tidak mungkin gelombang kedua akan datang lebih besar, lebih cepat, dan lebih sulit diatasi.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar

Advertiser