Tantangan yang Dihadapi Bank of England di Era Pasca-Pandemi
Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara mendalam tantangan-tantangan utama yang dihadapi Bank of England di era pasca-pandemi, serta bagaimana institusi ini mencoba menavigasi situasi yang terus berubah.
1. Inflasi Tinggi dan Kebijakan Suku Bunga
Salah satu tantangan terbesar pasca-pandemi adalah melonjaknya inflasi. Awalnya didorong oleh gangguan rantai pasok global, inflasi kemudian diperparah oleh lonjakan harga energi akibat perang di Ukraina dan pemulihan permintaan pasca-lockdown. Bank of England terpaksa menaikkan suku bunga secara agresif untuk mencoba mengendalikan inflasi, yang sempat mencapai lebih dari 11% pada akhir 2022 — angka tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.
Namun, menaikkan suku bunga bukanlah solusi tanpa konsekuensi. Kenaikan suku bunga berdampak langsung pada biaya pinjaman, baik untuk rumah tangga maupun bisnis. Kredit perumahan menjadi lebih mahal, investasi melambat, dan risiko resesi meningkat. BoE harus menyeimbangkan antara menekan inflasi dan menjaga agar tidak menghancurkan pertumbuhan ekonomi yang masih rapuh.
2. Pertumbuhan Ekonomi yang Lemah
Setelah kontraksi ekonomi besar-besaran pada 2020, pemulihan ekonomi Inggris tidak berjalan secepat yang diharapkan. Meskipun terjadi pertumbuhan, namun tingkatnya cenderung stagnan. Beban inflasi tinggi, tekanan biaya hidup, dan ketidakpastian global membuat konsumen dan pelaku usaha lebih berhati-hati.
Bank of England menghadapi dilema: ketika menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi, ia sekaligus memperlambat pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, bila membiarkan inflasi terlalu tinggi, daya beli masyarakat bisa jatuh, yang juga memperlambat ekonomi. Ini adalah "jalan sempit" yang sangat sulit untuk dilalui oleh pembuat kebijakan moneter.
3. Stabilitas Sistem Keuangan
Krisis keuangan global 2008 telah memberikan pelajaran berharga bagi bank sentral akan pentingnya stabilitas sistem keuangan. Di era pasca-pandemi, ancaman baru bermunculan. Volatilitas pasar, penurunan nilai aset, dan potensi gagal bayar dari sektor-sektor tertentu menjadi perhatian utama.
Bank of England memiliki tanggung jawab untuk memastikan sistem perbankan tetap likuid dan tidak goyah di tengah tekanan suku bunga tinggi dan ketidakpastian global. Untuk itu, BoE secara rutin melakukan uji ketahanan (stress test) terhadap bank-bank besar, memantau pasar modal, serta menjaga komunikasi yang transparan kepada publik dan pelaku pasar.
4. Pasar Tenaga Kerja yang Terkendala
Pasca-pandemi, pasar tenaga kerja Inggris mengalami perubahan struktural. Banyak pekerja yang keluar dari angkatan kerja karena alasan kesehatan, pensiun dini, atau pergeseran preferensi kerja ke sektor informal dan gig economy. Hal ini menyebabkan kekurangan tenaga kerja di beberapa sektor kunci, seperti layanan kesehatan, perhotelan, dan transportasi.
Bank of England perlu memperhitungkan dinamika pasar tenaga kerja ini dalam menentukan kebijakan moneternya. Kekurangan tenaga kerja dapat mendorong naiknya upah, yang pada gilirannya bisa memicu inflasi lebih lanjut. Namun, terlalu menekan permintaan tenaga kerja dengan suku bunga tinggi juga bisa memperparah pengangguran.
5. Ketidakpastian Politik dan Brexit
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) tetap menjadi faktor yang membayangi perekonomian, bahkan bertahun-tahun setelahnya. Hambatan perdagangan baru, berkurangnya tenaga kerja migran, serta ketidakpastian regulasi telah memberikan tekanan tambahan pada pertumbuhan ekonomi Inggris.
Bank of England tidak memiliki kendali atas kebijakan perdagangan, tetapi ia harus menyesuaikan pendekatan moneternya terhadap kenyataan baru yang diciptakan oleh Brexit. Ketidakpastian politik domestik dan perubahan kepemimpinan pemerintah juga menciptakan lingkungan yang lebih sulit untuk perumusan kebijakan jangka panjang.
6. Perubahan Iklim dan Keuangan Berkelanjutan
Dalam jangka menengah hingga panjang, Bank of England juga menghadapi tantangan untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. BoE mulai memasukkan risiko iklim ke dalam evaluasi stabilitas keuangan, serta mendorong sektor perbankan untuk mengadopsi prinsip keuangan berkelanjutan.
Namun, transisi ini juga memiliki risiko. Misalnya, industri yang sangat bergantung pada energi fosil bisa mengalami tekanan tajam jika investasi dipindahkan terlalu cepat, yang berdampak pada lapangan kerja dan stabilitas pasar.
7. Inovasi Digital dan Ancaman Teknologi Finansial
Bank sentral juga harus beradaptasi dengan inovasi digital, termasuk munculnya mata uang kripto, sistem pembayaran baru, dan teknologi keuangan berbasis kecerdasan buatan. Sementara inovasi ini membawa efisiensi dan akses yang lebih luas, mereka juga berisiko merusak stabilitas sistem keuangan jika tidak diawasi secara tepat.
Bank of England telah mengevaluasi kemungkinan menerbitkan mata uang digital bank sentral (CBDC), sering disebut sebagai “Britcoin”, sebagai cara untuk menjaga relevansi di era digital. Namun, perencanaan dan penerapannya sangat kompleks dan memerlukan kolaborasi luas antar lembaga.
Penutup: Navigasi yang Tidak Mudah
Era pasca-pandemi bukanlah masa transisi yang mulus. Bank of England harus terus membuat keputusan-keputusan sulit di tengah tekanan yang datang dari berbagai arah. Kebijakan yang diambil harus mampu menyeimbangkan stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, ketenagakerjaan, dan stabilitas keuangan — sebuah misi yang sangat kompleks.
Keberhasilan Bank of England dalam menavigasi era ini tidak hanya berdampak bagi Inggris, tetapi juga menjadi cerminan bagaimana bank sentral modern dapat bertahan dan beradaptasi di dunia yang semakin tidak pasti.