Kebijakan The Fed dan Dampaknya terhadap Inflasi: Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Paul Volcker?
Volcker bukan hanya dikenal karena kebijakannya yang tegas dan agresif, tetapi juga karena ia berani melakukan apa yang tidak dilakukan oleh pendahulunya—menyatakan perang terhadap inflasi, meski harus mengorbankan kenyamanan jangka pendek demi kestabilan jangka panjang.
Mari kita telusuri latar belakang ekonomi saat itu, kebijakan yang diterapkan, dampaknya terhadap inflasi, dan pelajaran penting yang relevan dengan kondisi hari ini.
Inflasi di Tahun 1970-an: Sebuah Krisis yang Membara
Pada dekade 1970-an, Amerika Serikat mengalami tiga gelombang inflasi yang sangat merusak daya beli masyarakat dan kestabilan ekonomi. Beberapa pemicu utamanya antara lain:
- Pencabutan Sistem Bretton Woods pada 1971, yang menyebabkan dolar AS tidak lagi ditopang oleh emas, membuka ruang bagi pencetakan uang berlebih.
- Perang Vietnam dan program sosial “Great Society”, yang dibiayai lewat utang dan menciptakan tekanan inflasi melalui permintaan yang berlebihan.
- Kenaikan harga minyak akibat embargo OPEC pada 1973 dan revolusi Iran pada 1979, yang mendorong inflasi biaya (cost-push inflation).
- Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga terlalu rendah dalam upaya mendorong pertumbuhan dan menurunkan pengangguran.
Pada 1979, inflasi tahunan di AS melampaui 13%. Harga barang kebutuhan pokok meroket, kepercayaan masyarakat terhadap mata uang goyah, dan ekonomi terjebak dalam situasi stagflasi: inflasi tinggi dengan pertumbuhan rendah dan pengangguran tinggi. Inilah saat ketika Paul Volcker diangkat sebagai Ketua The Fed.
Siapa Paul Volcker dan Apa yang Ia Lakukan?
Paul Volcker menjabat sebagai Ketua Federal Reserve dari 1979 hingga 1987. Ketika ia mulai menjabat, ia menyadari bahwa kebijakan moneter lunak selama bertahun-tahun telah memperparah inflasi dan mengikis kredibilitas The Fed sebagai penjaga stabilitas harga.
Alih-alih melanjutkan pendekatan bertahap, Volcker memilih jalur radikal dan kontroversial:
-
Menaikkan suku bunga secara drastis dan cepat.
Dalam beberapa bulan, suku bunga acuan naik hingga hampir 20%. Ini adalah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah moneter AS. -
Menerapkan kebijakan pengetatan moneter yang konsisten.
Volcker tidak mundur meskipun tekanan politik, protes publik, dan resesi mulai muncul. -
Mengalihkan fokus dari target suku bunga ke pengendalian jumlah uang beredar.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa The Fed serius membasmi inflasi dari akarnya.
Dampaknya: Resesi yang Dalam, Tapi Inflasi Akhirnya Terkendali
Kebijakan Volcker menimbulkan gejolak besar dalam jangka pendek:
- Ekonomi AS jatuh ke dalam resesi pada awal 1980-an.
- Tingkat pengangguran melonjak hingga lebih dari 10%.
- Sektor konstruksi dan manufaktur terpukul keras akibat tingginya biaya pinjaman.
- Pemerintah dan pelaku bisnis dikritik karena membiarkan masyarakat menanggung beban kebijakan keras tersebut.
Namun, hasil jangka panjangnya sangat signifikan dan positif:
- Inflasi berhasil ditekan dari lebih dari 13% menjadi di bawah 4% hanya dalam beberapa tahun.
- Kepercayaan terhadap dolar dan The Fed pulih.
- Kredibilitas kebijakan moneter diperkuat secara permanen.
- Landasan bagi pertumbuhan ekonomi stabil di era 1980-an dan 1990-an pun terbentuk.
Dengan kata lain, Volcker mengorbankan kenyamanan jangka pendek demi kestabilan jangka panjang, dan dalam sejarah modern, ia diakui sebagai salah satu bankir sentral paling berpengaruh.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Volcker Hari Ini?
Kita saat ini menghadapi tantangan yang berbeda namun memiliki banyak kemiripan struktural:
- Inflasi tinggi pasca-pandemi.
- Gangguan pasokan global akibat konflik geopolitik.
- Kebijakan fiskal dan moneter longgar yang mendorong permintaan berlebih.
- Tantangan politik dan sosial yang menyulitkan keputusan kebijakan yang tidak populer.
Meskipun dunia telah berubah, prinsip dasar pengendalian inflasi tetap berlaku:
-
Kebijakan moneter yang kredibel sangat penting.
Ketika bank sentral kehilangan kepercayaan publik, inflasi bisa dengan cepat lepas kendali. -
Menaikkan suku bunga mungkin tidak disukai, tetapi kadang diperlukan.
Pengetatan moneter yang tegas akan menekan permintaan dan menstabilkan harga. -
Inflasi tidak bisa “dinegosiasikan”.
Menunda atau mengabaikan inflasi hanya akan memperparah dampaknya di masa depan. -
Bank sentral harus independen.
Keberanian Volcker hanya mungkin terjadi karena The Fed relatif bebas dari tekanan politik langsung.
Relevansi untuk Trader dan Investor Saat Ini
Bagi trader dan investor, memahami arah kebijakan moneter Federal Reserve adalah kunci dalam menentukan strategi jangka pendek dan panjang:
- Ketika The Fed menaikkan suku bunga, biasanya dolar AS menguat dan harga emas cenderung turun.
- Ketika The Fed mulai dovish atau menurunkan suku bunga, pasar saham bisa naik tetapi risiko inflasi kembali meningkat.
- Obligasi cenderung tertekan saat suku bunga naik, tetapi bisa pulih saat pasar mengantisipasi puncak pengetatan.
Pelajaran dari era Volcker mengajarkan kita bahwa kebijakan yang keras bisa mendatangkan peluang baru jika dipahami dengan tepat. Trader cerdas bisa memanfaatkan momen perubahan arah kebijakan moneter untuk mengambil posisi yang menguntungkan.
Kesimpulan: Volcker, The Fed, dan Tantangan Mengendalikan Inflasi
Paul Volcker bukan hanya menghentikan inflasi—ia mengubah cara dunia memandang peran bank sentral. Ia mengingatkan kita bahwa terkadang dibutuhkan langkah ekstrem untuk mengembalikan stabilitas ekonomi, meskipun biayanya besar dalam jangka pendek.
Hari ini, ketika kita melihat inflasi global, lonjakan harga energi, dan dilema suku bunga, pelajaran dari Volcker tetap sangat relevan. Apakah bank sentral hari ini akan memiliki keberanian yang sama untuk melawan inflasi secara agresif? Waktu yang akan menjawab.
Bagi para pelaku pasar, memahami dinamika ini bukan hanya soal sejarah—melainkan kunci untuk membaca masa depan pasar global.